Dok DimensiUmmat.com. |
Mataram-DIMENSI. Aksi penolakan kenaikan SPP masih mewarnai lingkungan Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT). Gerakan yang dibangun oleh Aliansi Mahasiswa Tertindas (ALMATER) menuntut pihak kampus untuk menghentikan tren kenaikan SPP dan pembangunan yang terjadi tiap tahunnya karena dianggap memberatkan mahasiswa. Kamis, (21/11).
Aksi ini bukan kali pertama yang digaungkan oleh mahasiswa UMMAT. Ditahun sebelumnya ALMATER pernah melakukan aksi yang serupa dengan berorasi di setiap Fakultas yang berada di UMMAT dan menuju gedung Rektorat untuk menyampaikan aspirasi mereka. Namun usaha yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut tak kunjung dihiraukan. Kendati demikian, perjuangan mahasiswa terus digelorakan kepada pihak kampus untuk menghentikan kenaikan SPP yang melonjak naik tiap tahunnya karena dianggap memberatkan mahasiswa.
Menurut ALMATER, kenaikan SPP tersebut tidak terlepas dari mekanisme pasar yang berlaku di rana pendidikan. Lahirnya UU SIDIKNAS No 20 tahun 2003 memberi peluang instansi pendidikan untuk mengkomersialisasi atau memperjual belikan pendidikan kepada masyarakat. UU SISDIKNAS No 20 mengandung isi tentang terlibatnya orang tua wali murid dalam pembiayaan pendidikan. Sehingga dalam hal itu pemerintah seolah melepaskan tanggung jawab kaitan dengan pendidikan. Kemudian didukung oleh UU Perguruan Tinggi No. 12 tahun 2012 yang memuat lahirnya otonomi kampus, yaitu kampus diberikan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Efek dari di lemparnya pendidikan ke mekanisme pasar dianggap memberatkan ekonomi mahasiswa. Dalam selebaran aksinya, ALMATER memberikan contoh adanya kenaikan biaya SPP ditinjau dari nominal uang pendaftaran dari Rp. 3.000.000 ditahun 2017 silam, dan naik menjadi Rp. 4.000.000 ditahun sekarang (2018 pent ). Oleh karena itu, mahasiswa menuntut UMMAT agar menghentikan kenaikan SPP ditahun yang akan datang.
Selain permasalahan tren kenaikan biaya pendidkan di UMMAT, banyak hal yang diperhatikan oleh ALMATER, seperti tidak adanya transparansi anggaran kampus.
“Hentikan segala bentuk komersialisasi di dalam kampus dan berikan kejelasan alokasi anggaran belanja dan pendapatan kampus. Stop pemungutan liar dan hentikan tren kenaikan. Orasi Sarif Firdaus sebagai Korlap I.
Penyampaian orasi oleh masa aksi dilakukan secara bergantian dari Fakultas Hukum hingga gedung Rektorat. Tidak ada perwakilan UMMAT yang melayani mereka untuk dialoq terbuka. Berdasarkan pantauan wartawan Dimensi, Rektor sempat berdiri didepan masa aksi dan terlihat ingin memberi penjelasan. Namun mahasiswa terus berorasi hingga akhirnya rektor segera meninggalkan tempat tersebut mengingat adzan Dzuhur telah tiba. ALMATER pun berakhir dengan membaca pernyataan sikap tanpa ditemui oleh Rektor untuk memberi kejelasan atau dialoq terbuka. (DJ).
0 Comments