Iklan

PPMI Dewan Kota Mataram Ikut Bersuara, Serukan Perlawanan Soal Represif Oknum Polisi Terhadap Wartawan

Dok. Akun Facebook/logo Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Mataram.


Mataram-Dimensiummat.com
. Sekertaris Jendral Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Mataram Menyerukan perlawan dan Mengutuk keras atas tindakan kekerasan terhadap Wartawan yang tengah menjalankan tugas peliputan, soal penganiayaan oleh oknum satlantas polres panda kabupaten Bima. Minggu, 11 Mei 2021.

Kejadian itu sekitar pukul 12.30, berawal dari ketika Irfan bertanya terkait dengan kelengkapan atribut razia seperti plat tanda informasi Kepolisian melakukan razia dan juga surat izin untuk turun melakukan razia.

Diketahui oknum Polisi tersebut terduga bernama Agus, Satlantas Polres Panda Kabupaten Bima.

Berdasarkan hasil keterangan dari saksi mata yang lansir oleh media www.voicemuslim.com dari keterangan saksi mata, Taufik (30) tahun, ‘bahwa ia membenarkan adanya pemukulan oleh Kasatlantas yang bernama Agus terhadap saudara irfan’.

“Pemukulan itu terjadi berkali-kali terhadap Irfan sambil ditarik oleh beberapa oknum Polisi untuk di bawah ke kantor Polisi Panda Kabupaten Bima,” terang Taufik

Pihak kepolisian seperti oknum bernama Agus selaku Kanit Polantas justru enggan menjawab ketika Irfan memintai keterangan perihal razia tersebut.

Irfan pun terus menanyakan, yang akhirnya Agus menjawab “apa hak anda ingin menanyakan kelengkapan atribut razia, dengan nada yang keras”, padahal Irfan selaku wartawan yang di jamin oleh UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, jelas disebutkan tugasnya menyampaikan informasi yang berkaitan dengan publik.

Baca juga : Berikut Sajian Kronologis Lengkap Kasus Penganiayaan Wartawan Sebagai Bantahan Pernyataan Polres Bima

Dari adu mulut itu terjadilah pemukulan oleh Agus terhadap Irfan sehingga Irfan mengalami luka memar di wajah dan bajunya sampai robek karena di tarik oleh Polisi.

Dari keterangan saksi mata, Taufik (30) tahun, ‘bahwa ia membenarkan adanya pemukulan oleh Kasatlantas yang bernama Agus terhadap saudara irfan’.

“Pemukulan itu terjadi berkali-kali terhadap Irfan sambil ditarik oleh beberapa oknum Polisi untuk di bawah ke kantor Polisi Panda Kabupaten Bima,” terang Taufik.

Irfan pun membeberkan semua apa yang disebabkan terjadi penganiyaan terhadap dirinya oleh oknum Polantas Polres Panda Kabupaten Bima.

“Awalnya saya dari Dompu menuju Sape pakai mobil, di pertigaan depan Polres Panda ada razia, saya menyerahkan STNK Mobil dan tandantangan surat tilang, lalu kemudian saya tanya ke Pak polisinya, mana plan informasi razia serta surat-suratnya, eh pak polisinya enggan jawab, justru malah bentak saya ‘apa hak anda ingin menanyakan kelengkapan atribut razia’, dengan nada yang keras.

“Akhirnya terjadilah percecokan hingga akhirnya saya dipukul berkali-kali.

“Saya dipukul dibagian pinggang, dagu berkali-kali dan saya ditarik ke dalam kantor Polisi.

“Saya tanya sama Polisi, saya ini wartawan pak, dan mana atribut serta kelengkapan atas razia ini, Polisi malah nggak percaya saya sebagai wartawan kendati saya tunjuk kartu pers saya, malah dibuang.

“Polisi malah dengan santainya mengatakan dengan nada yang menghina ‘Wartawan apa ini yang nggak tau aturan’.

“Saya masih sakit, terutama di bagian dagu saya, saya nggak bisa makan, sakit sekali. Dibagian pelipis kanan juga bengkak”, ujar Irfan yang juga diketahui menjabat sebagai Ketua Bidang Riset Teknologi MSDM Pemuda Muhammadiyah Dompu.

Ia mengaku paling sakit di bagian dagunya selepas pemukulan oleh oknum polisi yang bernama agus hingga berita ini dirilis, korban mengeluhkan tak bisa makan lantaran dagu dan bagian pelipis matanya yang memerah.

Baca juga : Ini Pernyataan MIO-INDONESIA Kabupaten Bima Soal Wartawan yang Dipukul Oleh Satlantas Polres Bima

Sementara itu, sekertaris jendral perhimpunan pers mahasiswa Indonesia PPMI Dewan Kota mataram. Mengutuk keras atas tindak kekerasan terhadap wartawan.

“Saya sebagai sekertaris jendral PPMI Dewan Kota mataram mengutuk keras atas tindak kekerasan terhadap wartawan, oknum polisi yang seharusnya sebagai pelindung pengayom dan pengaman bagi masyarakat sesuai dengan UU nomor 2 tahun 2022 tentang kepolisian republik Indonesia. Selain itu, lanjut dia. Untuk oknum polisi yang melakukan penganiayaan terhadap wartawan sebaiknya buka UU nomor 40 tahun 1999 tentang perlindungan pers, supaya paham tugas seorang wartawan untuk menyampaikan informasi kepada publik. “jelas Julhaf

Kemudian julhaf juga menambahkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh oknum polisi di Bima sangat tidak manusiawi.


“Saya merasa pihak kepolisian harusnya menjadi teladan bagi publik untuk menunjukkan sikap mengayomi masyarakat dan melayani masyarakat, dan juga pihak kepolisian tentunya harus tau kapasitas dan kapabilitas dalam menjalankan tugas nya sebagai pengaman negara apalagi sampai membuang kartu pers seorang wartawan tidak manusiawi sekali. “Kata dia

Untuk merespon atas kejadian tersebut julhaf juga menghimbaukan terhadap wartawan seluruh Indonesia lebih khusus di dewan Kota Mataram yang tergabung dalam Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), agar menyerukan perlawanan.

“Sudah tidak ada jalan lain lagi saya menegaskan bahwa saya menyerukan kepada seluruh kawan-kawan pers mahasiswa Indonesia lebih khusus dewan kota Mataram yang tergabung dalam perhimpunan pers mahasiswa Indonesia (PPMI). Untuk menyerukan perlawan, tindakan tersebut sudah mencoreng citra seorang wartawan yang bekerja sesuai perintah UU nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik," punkasnya. Pijak.

Post a Comment

0 Comments