Dok. Dimensi/foto penulis. |
Mataram-Dimensiummat.com. Pergerakan Mahasiswa merupakan salah satu tombak ukur bagi kejayaan bangsa maupun Negara itu sendiri. Mahasiswa adalah agen pembaharuan, penegak dan sekaligus penyambung lidah rakyat. Mahasiswa, sebuah gelar baru yang hingga kini “dibanggakan”oleh sebagian besar masyarakat. Mahasiswa konon adalah para generasi harapan yang kelak mampu membawa perubahan bagi negara Indonesia untuk bisa bersaing dengan negara-negara di dunia. Sebutan itu hendaknya bisa menjadi cambuk bagi mahasiswa itu sendiri yang dipandang sebagai Agent of change–agen perubahan.
Mahasiswa dituntut mampu untuk mengontrol keadaan negara bukan untuk sekedar mengkritik, tetapi juga memberikan kontribusi yang riil untuk perubahan yang lebih baik (agent of social control). Sebagai kaum intelektual mahasiswa harus bersikap berani dan kritis, berani untuk mendobrak zaman ke arah kemajuan dan kritis terhadap kebijakan para pemegang roda pemerintahan.
Tapi mengapa sekarang sebagian mahasiswa ini di kompromi oleh kepentingan-kepentingan politik sampah yang di manfaatkan oleh pemeritah itu sendiri, sedangkan eksistensi mahasiswa adalah agent of control yang menentang semuah kebijakan yang berkaitan dengan penindasan dan perampasan hak-hak rakyat.
Namu itu semua tidak bisa kita pungkiri, bahwasanya sebagian mahasiswa sekarang ini telah di hegemoni oleh pemerintah melalui berbagai macam tindakan hipnotis yaitu melalui tindakan fisik dan non fisik, tindakan fisik yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada Mahasiswa yaitu dengan cara memberikan sebuah pekerjaan, jabatan dan lain-lain, sedangkan tindakan non fisik yang di berikan oleh pemerintah kepada mahasiswa yaitu dengan cara mengelabui berbagai macam janji busuk yang tidak ada artinya, justru akan terus menindas rakyat.
Kalau kita merefleksikan kembali sejarah pada tahun 90-an dimana para mahasiswa pada saat itu yang sangat kritis akan kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah, seperti Tan Malaka, Soe hok Gie dan tokoh-tokoh mahasiswa lainya.
Mengapa hal demikian bisa terjadi pada saat itu, dikarenakan mahasiswa bahwasanya pemerintah memperalat dan memperbudak mahasiswa untuk mencapai ambisinya dalam menguasai negara dan menindas rakyat demi memperkaya diri sendiri.
Sehingga lahirlah bentuk perlawanan mahasiswa kepada pemerintah pada zaman orde lama dan orde baru yang disebut dengan reformasi, mengapa mahasiswa melakukan bentuk perlawanan kepada pemerintah orde lama dan orde baru, dikarenakan pada saat kepemimpinan Seokarno pada zaman orde lama yaitu pada tahun 1945-1965 yang menggunakan sistem Nasionalis Agama Komunis atau di singkat Nasakom yang tidak bisa di terima oleh kalangan Masyarakat dan Mahasiswa pada saat itu.
Begitu pula dengan orde baru pada tahun 1966-1998 yang dipimpin oleh Soeharto yang menggunakan sistem otoriter yang dimana pada saat itu para mahasiswa tidak diperbolehkan mengkritisi pemerintah dalam hal apapun, oleh karena itu mereka bersatu untuk meruntuhkan orde baru.
Berbagai macam persoalan tumbuh di negeri ini. Gerakan-gerakan kritis mahasiswa untuk melawan kebijakan saat ini jarang kita temui, apalagi lagi sekarang covid-19 belum kunjung selesai. Kebijakan yang di keluarkan sering kali menjadi lahan basah dalam melanggengkan kekuasaan. Dilansir dari berbagai Media kampus di Wuhan menggelar wisuda akbar 11.000 mahasiswa tanpa menggunakan masker. Kita ketahui bahwa di China tepatnya di Wuhan adalah tempat awal mulanya adanya covid-19 tapi justru di berlakukan hal demikian. Muncul pertanyaan, kenapa pada saat kegiatan belajar mengajar tidak di berlakukan?
Di Indonesia pun demikian di kampus swasta Universitas Muhammdiyah Mataram (UMMAT) terjadi hal demikian kegiatan belajar mengajar di batasi, diskusi melingkar sebagai kegiatan intelektual mahasiswa di batasi bahkan di bubarkan dan di keluarkan dari lingkungan kampus ketika melanggar, karena di anggap kerumunan. Wisuda UMMAT pada tanggal 31 Mei 2021 apakah tidak mengundang kerumunan? Penggunaan protokol kesehatan (prokes) banyak yang tidak mematuhi.
Seakan-akan kita di larang untuk menjadi cerdas dengan di berlakukan larangan kuliah secara offline atau tatap muka sedangkan wisuda secara offline di berlakukan.
Penulis: Toni (Mahasiswa semester 6 FAPERTA UMMAT)
0 Comments