Iklan

Suatu Hari Nanti, Tanpamu atau Denganmu?

 


 Dok. Ilustrasi : Google.com / suatu hari nanti tanpamu atau denganmu.

Penulis oleh : Inda permaisuri.

"Perhatian, sebelum pesawat lepas landas kami mohon kepada semua penumpang untuk menonaktifkan telepon genggam, mengencangkan sabuk pengaman membuka penutup jendela dan jangan merokok."

"Terima kasih, selamat menikmati penerbangan ini." Intruksi pramugari dengan nada lantang. 

Aku berpeluh menghela nafas dengan takut, menengok keluar ternyata pesawat yang kami tumpangi telah mengudara jauh 100 meter dari permukaan laut. 

Aku memanjangkan lamunan membayangkan bagaimana ibu menangis sendu di tungku api, bagaimana ayah duduk merindu di ambang pintu. Karena Mimpi-mimpi membawakanku jauh ke negara Adikuasa. 

Hingga jauh dari pangkuan orang tua. Agar kelak aku menjadi manusia yang berguna sebagaimana dalam do'a-do'a yang mereka sematkan di segala tempat.

Dengan beasiswa selama 3 tahun, itu artinya pendidikanku harus selesai dengan cepat.

Di pesawat mungkin hanya aku yang berdarah Indonesia khususnya Nusa Tenggara Timur.

Sedangkan yang duduk di samping kiriku, rupanya dari Jerman itu terlihat dari wajahnya, bola matanya agak kebiruan, rambutnya pirang dan berhidung mancung.  

Aku mengotak-atikkan pikiranku mengemas segala kenangan sibuk merindu. Sekoper kerinduan tertuju pada seisi rumah, ibu ayah dan sanak saudara. 

Banyak sekali hal yang membuncah di kepalaku, satu persatu terlintas namun ada satu yang menjanggal pikiranku, aku mengingatkan dirinya. 

Bagaimanakah kabarnya? Apakah baik-baik saja? Aku tahu di tempatnya bergerak banyak sekali hal yang membuatnya susah tidur. 

Sudah dua tahun ia tak mengabariku, facebooknya juga tidak sering aktif. Aku tahu dia punya tambatan hati yang sangat cantik dan bagaikan bunga mawar yang tumbuh di musim semi. Sedangkan aku? Aku hanyalah daun-daun yang tercecer di jalanan. Entah kenapa perasaanku tak pernah pudar meskipun aku tahu dia sudah mempersiapkan kekasih hati, sungguh menyakitkan bukan? Tapi itulah kenyataannya.

Namun, hatiku sangat bahagia ketika ada yang mengabarkan bahwa ia sedang baik-baik saja. Rasanya hujan turun di musim kekeringan. Definisi tentangnya memang sangat banyak, kadang aku rapuh didalamnya kadang juga melayang ke awan awan. Ah sudahlah, biarkan tempat dan takdir yang membuktikan.

Pukul 13:00 pesawat kami mendarat dengan selamat. Itu artinya aku telah berada di negeri orang. Aku membuka handphoneku banyak pesan yang masuk di WhatsApp. Satu persatu kubuka ada yang berisi nasehat, motivasi, kata-kata rindu.

Ehh, ternyata ada notifikasi yang selalu kutunggu-tunggu. 

" Jaga diri baik-baik, semoga sukses." Ucapnya singkat namun membuatku tersenyum. 

" Terima kasih, semoga kita semua sukses, sampai ketemu di hari yang telah di suratkan nya." Balasku dengan hati berbinar-binar.

Definisi tentangnya memang sangat banyak, kadang aku rapuh didalamnya dan kadang melayang ke awan-awan.

Kemudian aku menelepon kedua orang tua di rumah bahwa aku telah sampai dengan selamat.

"Jaga diri baik-baik nak." Ucap ayah dengan suara parau.

"Kamu harus ingat segala pesan yang kami sampaikan kepadamu." Tambah ibu dengan isak.

"Pulanglah dengan kesuksesan, kami tunggu kamu di beranda Rumah." Sambung ibu.

Iya Bu. Pesan dari kalian selalu kuingatkan.

Kelak aku akan pulang menghadiahkan kalian dengan keberhasilanku. 

Aku menutup teleponku dengan perasaan rindu, bahagia semuanya menjadi satu.


Post a Comment

0 Comments