Dok penulis. |
Banyak orang ingin kaya harta sehingga direncanakan investasi keuangan dan menanam modal dalam bentuk usaha, proyek, tanah, dan sebagainya. Namun sedikit orang yang tahu bahwa investasi bisa memperkaya pengetahuan, hal ini tentu karena masyarakat di negeri yang kaya akan kemiskinan ini menganggap kekayaan harta jauh lebih penting dari kekayaaan intelektual.
Tentu saja keduanya bisa berjalan beriringan, tinggal mengurutkan saja mana yang harus didahulukan. Saya rasa tidak ada orang kaya harta yang tidak berpengetahuan, kalaupun ada pasti tidak bertahan lama karena untuk mempertahankan kekayaan harus diketahui tata kelolanya. Setiap orang pasti berpengetahuan yang membedakan hanya kapasitas dan jangkauannya saja.
Untuk menambah kapasitas serta memperluas jangkauan, pengetahuan haruslah diinvestasikan dan investasi yang dimaksud ialah investasi pengalaman. Mungkin istilah ini jarang terdengar tapi jarang juga ada orang yang tidak pernah mendengar kalimat “Pengalaman adalah guru terbaik” atau dalam bahasa inggris “Experience is the best teacher”. Seringkali rasanya kalimat itu kita baca dan dengarkan dari postingan-postingan di media sosial dan sering juga kita hanya menyetujui tanpa mau mencari tau lebih dalam lagi.
Investasi adalah bentuk penanaman modal yang didasari kekhawatiran akan nasib di masa depan. Karena manusia adalah makhluk yang menganggap uang adalah bentuk kebahagiaan, maka istilah investasi pastilah mengarah pada keuangan. Dalam Wikipedia dijelaskan bahwa secara umum investasi dapat diartikan sebagai meluangkan dan memanfaatkan waktu, uang, atau tenaga demi keuntungan atau manfaat pada masa yang akan datang.
Jadi manusia yang berinvestasi adalah manusia yang visioner, ia menyambut masa depan dengan usaha, tenaga, dan siap untuk berkorban apa saja. Jikalau uang bisa membuat manusia berusaha sekuat tenaga bahkan berkorban untuk mendapatkannya, seharusnya pengetahuan perlu untuk diperlakukan sama. Harus diketahui dan diakui bahwa pengetahuan pun merupakan bentuk kebutuhan primer bagi manusia.
Dengan pengetahuan manusia bisa mengetahui cara untuk mendapatkan apa saja, ingin menggapai surga misalnya, butuh pengetahuan mengenai kriteria hamba yang bisa menghuninya. Begitupun apabila ingin kekayaan harta, butuh pengetahuan mengenai tata cara mendapatkannya.
Realita di negara kita saat ini, minat masyarakat khususnya para pemuda dalam mengumpulkan pengetahuan sebanyak-banyaknya masih sangat kurang, sebut saja minat membaca buku. Mengacu pada hasil survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) tingkat literasi masyarakat Indonesia tergolong sangat rendah.
Hasil survei tahun 2019 minat baca masyarakat Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara, atau berada pada 10 negara terbawah. Data yang miris bagi negara berkembang yang mengharapkan sebuah kemajuan. Untuk mendapat pengalaman tak hanya dengan langsung mengalami, namun bisa juga didapatkan dari membaca dan mendengarkan pengalaman dari orang lain.
Membaca buku adalah media paling tepat untuk mempelajari pengalaman orang-orang hebat sebagai bahan refleksi demi meraih dan menemukan kehebatan diri sendiri. Permasalahan lain dari warga kita yakni takut untuk mengorbankan harta atau waktu untuk mendapatkan sebuah pengalaman.
Contohnya takut mengeluarkan uang banyak untuk bersekolah di luar daerah, padahal semakin jauh kita berkelana maka cakupan pengalaman serta pengetahuan kita akan semakin jauh pula. Bertemu dengan orang-orang baru tentu akan memberikan kesan baru lalu menyadari bahwa dunia kita tidak sesempit kampung halaman. Kemudian kita juga akan menyadari pengetahuan kita masih sangat kurang dan pengalaman sangatlah minim.
Penyadaran-penyadaran seperti inilah yang nantinya mampu mendorong akal dan hati untuk mau terus menjelajah sejauh mungkin dan berkorban sebanyak mungkin hanya untuk mendapatkan sebuah pengalaman hidup. Para filsuf Islam serta ulama-ulama besar terdahulu merupakan contoh dari penjelajah dan pengelana.
Para filsuf dan ulama tersebut berjalan dan menghampiri daerah-daerah yang memiliki potensi untuk mendapatkan ilmu. Perjalanan yang dilakukan pastinya membutuhkan banyak pengorbanan. Meninggalkan orang tua, saudara, serta kampung halaman adalah sebuah pengorbanan yang menjadikan mereka sebagai orang-orang terpandang di dunia Islam. Semuanya demi mencari ilmu sebanyak-banyaknya lalu menebar manfaat sebanyak-banyaknya dari ilmu dan pengalaman yang didapatkan.
Untuk mewujudkan negara yang maju pastinya membutuhkan masyarakat yang juga berpikiran maju. Namun sayangnya masyarakat Indonesia tidak memiliki hal itu bahkan cenderung berpikiran mundur. Salah satu bentuk nyatanya ialah banyaknya pengangguran di negeri ini baik dari kalangan sarjana, lebih-lebih dari kalangan yang tidak melanjutkan sekolah.
Angka pengangguran semakin meningkat ditambah dengan situasi pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih menunjukkan eksistensinya, bahkan mengajak teman barunya yakni varian Omicron yang kini mulai masuk di Indonesia. Lebih mirisnya lagi menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) peningkatan pengangguran terbesar terjadi pada kelompok anak muda yang berusia 20-29 tahun.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada penduduk usia 20-24 tahun sebesar 17,66% pada Februari 2021, meningkat 3,36% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 14,3%. Peningkatan TPT pada kelompok usia ini menjadi yang terbesar dibanding kelompok usia lain. Dari sisi pendidikan, tingkat pengangguran tertinggi banyak dialami oleh lulusan SMA, SMK, dan pendidikan tinggi universitas.
TPT dari lulusan SMA naik dari 6,69% tahun lalu menjadi 8,55% di tahun ini. Begitu pula dari lulusan SMK, naik dari 8,42% menjadi 11,45%, serta universitas dari 5,7% menjadi 6,97%. Data-data tersebut memanglah hanya sebuah angka namun angka-angka tersebut bisa kita saksikan realitanya di sekitar kita seperti seorang sarjana bahkan susah dalam mencari pekerjaan.
Lantas apakah percuma mencari ilmu sebanyak mungkin kalau pada akhirnya tetap menjadi pengangguran?
Sebenarnya disinilah peran besar dari sebuah pengalaman untuk dijadikan sebuah acuan. Pengalaman dapat menuntut sebuah kemajuan karena memang pengalaman menjadikan kejadian-kejadian yang dialami ataupun yang didengar sebagai bahan pendorong untuk terus maju dan berubah. Indonesia tidak butuh hanya pemuda pintar namun juga butuh pemuda yang kaya akan pengalaman dan skill-skill yang dimilikinya.
Dari data-data di atas dapat disimpulkan bahwa asa negara Indonesia untuk menjadi negara maju tidak akan menjadi kenyataan apabila pola pikir dari kebanyakan rakyatnya tidak berkemajuan. Dengan maraknya globalisasi serta proxy war yang terjadi saat ini menuntut para pemudanya untuk dapat berpikir jauh kedepan.
Namun nyatanya kita masih jauh ketinggalan dan untuk mengejar ketertinggalan tersebut kesadaran diri untuk menginvestasikan materi, jasmani, serta hati harus dibangun mulai dari saat ini. Tiga hal tersebut merupakan komponen utama untuk mewujudkan investasi pengalaman yang telah dibahas dari tadi.
Maka dari itu, mari mengumpulkan sebanyak-banyaknya pengalaman untuk menghadapi tantangan zaman. Investasi bukan hanya soal keuangan, namun juga pengalaman, sebab manusia tak hanya butuh kepuasan nafsu tapi manusia juga butuh kepuasan hidup.
Kepuasan hidup adalah kepuasan manusia dan kepuasan Tuhan Sang Pencipta sebagaimana yang dikatakan Fauz Noor dalam bukunya yang berjudul "Tapak Sabda". Kepuasan tersebut akan terwujud apabila kita telah memiliki cukup pengetahuan untuk memuaskan keduanya.
Penulis : Syahrun Neezar Ghozali Ziad, Mahasiswa S1 Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang
Editor : Julkarnain
0 Comments