Sumber gambar : Pixabay.com. |
Oleh : Muhammad Ridwan
Kita sering mendengar dan melihat bahwa jurnalis adalah anak kandung demokrasi, artinya bahwa semangat api reformasi ini tidak boleh dibungkam oleh sistem, birokrasi, dan tirani. Media pers kampus itu tidak difasilitasi kampus, semua yang kampus berikan itu memang hak kita, memang hak mahasiswa (rakyat), yang diberikan oleh negara langsung kepada kita, kampus hanya sebagai tangan negara saja.
Jadi, secara sistem seharusnya media pers bukan humas kampus karena kampus adalah subjek, tempat yang selalu dicari semua data dan keadaan riil sehingga kesibukan media pers hanya memberitakan realita kampus tanpa sekat ketakutan birokrasi. Sesuatu yang kita tuju yang kita cari data-data nya apakah kemudian kampus ini benar benar bersih dan integritas? Sebagai institusi yang menyalurkan uang negara untuk mahasiswa atau rakyat.
Dalam keluarga yang harmoni, banyak perbedaan yang yang dilakukan oleh orang tua, antara bapak dengan ibu dalam mendidik anak-anaknya. Seorang bapak seperti tentara yang mengajarkan bagaimana menjadi seorang yang kuat dalam menghadapi keranya kehidupan dan selalu tegas dalam menasehati anak-anaknya supaya menjadi anak yang berwibawa dan dia melakukan selayaknya dalam dunia militer sedangkan ibu sebagai guru yang bersikap lemah lembut dalam menasehati anak-anaknya dan memiliki sikap yang lemah lembut layaknya seorang peri. Namun, dari banyaknya perbedaan metode pembelajaran dalam mendidik anak-anaknya, mereka memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mendapatkan hasil yang baik dari anak-anaknya.
Sama halnya dengan contoh yang telah saya sampaikan di atas antara humas kampus dan pers mahasiswa atau disingkat persma jauh berbeda walaupun sama-sama mewartakan sesuatu yang telah terjadi di rana kampus. Akan tetapi, dalam hal penyampaian informasi sudah sangat jelas mereka menyampaikan atau memberitakan keunggulan dan kelebihan kampusnya itu sendiri, mulai dari birokrasinya, gedungnya, dosennya, fasilitasnya bahkan mahasiswanya bila diperlukan. Begitulah humas kampus, mereka memberitakan informasi untuk menaikan pamor kampus.
Sedangkan persma itu dapat dimaknai sebagai usaha dalam menyampaikan informasi melalui terbitan buletin dan media yang dikelola oleh mahasiswa yang terinput oleh sebuah lembaga unit kegiatan mahasiswa. Untuk menjalankan tugasnya sudah barang tentu persma dituntut melakukan hal yang kritis didalam melakukan atau menyikapi seluruh kegiatan ataupun dinamika yang telah terjadi di rana kampus.
Nilai berita atau opini yang disampaikan oleh persma bersumber dari kampus tersebut. Apapun yang telah dilakukan oleh persma itu juga bukan didasari oleh kata pencitraan yang sering dilakukan oleh humas kampus. Bahkan dari apa yang disampaikan oleh humas kampus itu juga banyak sekali yang sia-sia saya rasa. Dalam hal organisasi, kerja humas kampus dapat dikatakan lebih terstruktur dan terarah dibandingkan persma.
Mengapa bisa seperti itu, karena dalam segi organisasi teman-teman persma terbentur dengan kesibukan akademik seperti kuliah, praktikum, mengerjakan tugas dan laporan, serta masih banyak lagi. Selain itu menjadi seorang humas kampus dapat menghasilkan uang dari pekerjaannya. Jadi wajar saja apabila didalam penyebaran informasi humas kampus terkesan lebih aktif dari pada media persma.
Dalam konteks kepentingan, secara alami humas kampus akan selalu berpihak kepada kepentingan birokrat kampus. Sedangkan persma meskipun masih didanai oleh pihak kampus namun secara keredaksian pihak pemangku kebijakan kampus “haram” untuk ikut campur kedalamnya. Hal ini bukan tanpa alasan. Karena persma sendiri bersifat independen dan ruang redaksi di dalam sebuah Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) merupakan tempat suci yang menjadi simbol independensi dan perjuangan persma.
Namun karena tulisan yang dimuat oleh persma dalam buletin dan web lebih banyak mengangkat isu sensitif di dalam kampus, secara tidak langsung pihak birokrat kampus “tersentil” dengan pemberitaan persma. Bahkan banyak yang menganggap persma tidak pro-kampus dan hanya menjadi biang masalah bagi kampus. Begitulah yang telah dirasakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dimensi Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT) yang di komen oleh humas kampus di insta storinya yang menganggap LPM Dimensi sebagai media yang menjatuhkan kampus. Kemudian yang menjadi persoalan adalah komentar yang dilakukan oleh humas kampus yakni dalam media resmi kampus, sudah jelas dilihat oleh semua orang yang berteman dengannya dan hal tersebut terjadi akhir-akhir ini.
Saya merasa apa yang telah dilakukan oleh humas kampus itu juga tidak etis, karena ini menyangkut lembaga, sebab lembaga itu juga telah di akui oleh pihak kampus, LPM Dimensi telah diresmikan oleh kampus dan telah sudah berdiri puluhan tahun di Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT).
Jadi, mindset bahwa persma hanya akan menjadi pembawa masalah di dalam kampus tampaknya harus dirubah. Seperti analogi pada bagian awal diatas, persma berperan sebagai seorang ayah, humas kampus sebagai bunda, dan anak-anak yang mereka didik adalah seluruh civitas akademika yang ada di dalam kampus. Seperti didikan militer yang keras dan tegas, persma memposisikan dirinya sebagai pengawas kebijakan yang dibuat petinggi kampus. Pemberitaan persma yang kritis sejatinya dapat dijadikan evaluasi bagi birokrat kampus. Karena tidak semua kebijakan yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.
Sudah seharusnya pihak birokrat kampus bersikap bijaksana dalam menyikapi pemberitaan yang dimuat oleh persma. Setiap penerbitan media persma pasti “tidak asal” menerbitkan medianya. Pers mahasiswa menerbitkan tulisan juga sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan disiplin verifikasi menjadi senjata ampuh persma menghadapi setiap permasalahan setelah media diterbitkan. Sementara humas kampus yang dianalogikan sebagai seorang guru didalam pemberitaannya lebih banyak memuat tentang informasi kampus, berita terkini, berita prestasi yang diperoleh civitas akademika, kegiatan yang ada dalam kampus serta lainnya.
Lantas, masih adakah yang mempertanyakan mengapa media persma “jarang” memberitakan hal postif seperti humas kampus.
0 Comments