Iklan

Cegah Stunting Demi Tercapainya Generasi Emas

 

foto mahasiswa KKN yang melakukan penyuluhan

Oleh : Muh. Jainudin

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan Nasional.

Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan secara tegas menyebutkan bahwa kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Atas dasar hal itu maka pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat indonesia.

Salah satunya permasalahan gizi buruk di Indonesia atau dikenal dengan stunting. Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi yang terlalu lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusia nya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 hari pertama kelahiran).

Ketika dewasa, anak yang menderita stunting mudah mengalami kegemukan sehingga rentan terhadap serangan penyakit tidak menular seperti jantung, stroke atau pun diabetes.

WHO menetapkan bahwa suatu wilayah bisa dikategorikan bebas masalah gizi apabila prevalensi balita pendeknya kurang dari 20% balita kurus nya kurang dari 5% . Jika prevalensi balita pendeknya kurang dari 20% namun prevalensi berita kurus nya 5% atau lebih, maka wilayah itu masuk kategori akut. Sementara, untuk wilayah kronis prevalensi balita pendeknya 20% atau lebih dan prevalensi balita kurus nya kurang dari 5%. Berdasarkan standar WHO tersebut maka status gizi di indonesia masih masuk dalam kategori akut dan kronis, (Di dalam laporan spesifik komisi IX DPR RI pada tanggal 19-21 maret 2019.)

Secara umum berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013-2018 di NTB, terdapat proporsi status gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 29,5% (diatas angka proporsi indonesia yaitu: 19,6% pada tahun 2013 dan 17,7% pada tahun 2018) dan berada pada urutan ke 2 tertinggi setelah NTT (33%). Kasus gizi buruk di NTB merupakan fenomena gunung es, di mana jumlah kasus yang sesungguhnya diduga masih banyak yang belum terekspose ke permukaan.

Pola asuh yang tidak tidak terjaga menjadi sebab terjadinya stunting.  Apalagi kebanyakan masyarakat dewasa ini lebih mengutamakan susu formula dibandingkan MP asi yang lebih praktis, efisien, terjangkau dan tanpa harus mengeluarkan biaya lebih serta tanpa mengkhawatirkan efek samping seperti halnya susu formula.

Gelontoran uang triliunan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi problem stunting menjadi atensi kasus setelah corona. Sebab, indonesia dan PBB lainnya berkomitmen untuk mengakhiri segala bentuk mal nutrisi termasuk mencapai target dunia pada 2025 untuk penurunan stunting.

Berangkat dari sini kami kelompok 3 KKN REGULER UMMAT tahun 2022 angkatan  XXXVI melakukan penyuluhan stunting demi tercapai generasi emas yang akan mendatang.

Respon baik masyarakat terhadap penyuluhan stunting cukup luar biasa, ditandai dengan respon masyarakat berdiskusi dengan pemateri cukup alot.

#Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat

Post a Comment

0 Comments