Foto : Penulis |
Oleh: Owen Candra (Ketua Ikmal Mataram)
Jelang Idul Fitri Petani jagung merasa was-was isu yang santer terdengar harga jagung yang sebelum panen melambung tinggi akan tetapi sekarang menurun drastis. jagung menjadi komoditi andalan bagi petani di Kabupaten Bima sejak 5 tahun terakhir.
Jagung menjadi Komoditas unggulan bukan hanya dari kabupaten Bima melainkan NTB. Perlu adanya keterlibatan pemerintah agar kestabilan harga pasca panen tetap terjaga, namun pemerintah hanya melihat saja dengan kondisi petani yang seakan menjerit alih-alih harga jagung stabil sebelum panen nyatanya hanya diberi harapan palsu.
Heran, mengapa ini semua bisa terjadi? Apakah ada permainan antara pihak PT dan Pemerintah? Kenapa petani terus yang menjadi tumbal? Hanya sedikit pertanyaan dari penulis yang bisa dijawab oleh kekuasaan hari ini.
UU No 19 Tahun 2013 mengamanatkan bahwa Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dijamin oleh negara baik dari segi fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi dan gagal panen serta ditegaskan pada pasal 7 ayat (2) bahwa “Strategi perlindungan petani dilakukan melalui harga komoditas pertanian”.
Ironi melihat permainan yang seolah hanya membebani petani untuk memuaskan perut mereka yang hanya ingin menjadikan petani sebagai komoditas untuk memperkaya diri.
Harga jagung kering di kabupaten Bima menurun drastis, dari harga Rp. 8.000 per kilogram kini jadi Rp. 4. 252 per kilogram dan sewaktu-waktu bisa menurun hingga angka Rp 4. 000 per kilogram ketika panen raya tiba, dikutip dari Lombok Post.
Dengan harga yang kian anjlok, memungkinkan kerugian bagi petani karena pengeluaran/modal yang mereka keluarkan mulai dari pupuk yang langkah dan mahal, bibit yang sangat mahal mencapai Rp. 2.8 Jt, pestisida yang ikutan mahal menambah beban bagi petani yang hanya sesuap nasi demi keberlanjutan kehidupan.
Siapa yang salah? Apa yang harus diperbuat?
UUD 1945 Pasal 28A mengultimatum pemerintah dan menegaskan bahwa “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya” serta dirincikan pada UU No 19 tahun 2013 pasal 25 bahwa ”pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi yang menghasilkan harga komoditas pertanian yang menguntungkan petani”
Jelas, dari uraian UUD 1945 dan UU menegaskan bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus menguntungkan petani, bukan menguntungkan oligarki demi kesejahteraan rakyat yang terutama.
Dari Pemerintah dan PT Pembeli Jagung; perlu mempertimbangkan daya beli dari segala sektor sebagai acuan penetapan harga beli, perlu adanya diskusi antara ketiga pihak dari Pemerintah, PT dan Petani sebagai jalan tengah dalam penentuan harga, bukan hanya melihat pertimbangan dari dua pihak yang tidak melihat bagaimana kondisi petani.
0 Comments