Dokumentasi korban |
Mataram Dimensiummat.com - Pernyataan sikap Komite Sentral Forum Perjuangan Mahasiswa dan Rakyat (KS FPMR) atas tragedi meninggalnya pasien miskin yang mendapatkan penolakan untuk di rawat oleh PKM Woha kabupaten Bima. Selasa, 03 September 2024.
Tidak ada alasan apapun bagi kita membenarkan penolakan pasien yang berujung hilangnya nyawa manusia, keselamatan nyawa manusia itu jauh lebih penting dari tetek bengek masalah kertas dan syarat administrasi.
Terlepas dari pro kontra di masyarakat atas meninggalnya pengamen jalanan tanpa identitas di halaman PKM Kec. woha yang terletak di provinsi NTB, Kabupaten Bima. Perhatikan kita harusnya tertuju terhadap kinerja pemerintah dalam menjamin kesehatan Rakyat.
Kehadiran BPJS yang diharapkan dapat menjamin kesehatan masyarakat, hasilnya justru membuat pelayanan kesehatan di tiap faskes makin rumit yang berujung pada penelantaran, penolakan dan bahkan pemulangan paksa pasien.
Persoalan bobroknya layanan kesehatan di kabupaten, membuat pasien yang diketahui anak yatim piatu dan bekerja sebagai pengamen jalanan meninggal, bukan kali pertama korban dari aturan tersebut.
Nakes dibuat serba salah, mau melayani pasien tanpa BPJS, siapa yang bertanggung jawab atas persoalan biaya perawatan dan pengobatan. Hal ini menyebabkan nakes di setiap faskes lebih sering menolak dan menelantarkan pasien yang tidak memiliki atau tidak aktif BPJS.
Meskipun kebijakan data terpadu NIK KTP menjadi BPJS melalui program UTC, nyatanya pasien tidak langsung mendapat layanan meskipun memiliki KTP. Maka meninggalnya pasien miskin yang ditolak untuk dirawat kerumah sakit adalah murni masalah aturan BPJS yang tumpang tindih mengenai standar pelayanan.
Rumah sakit dan faskes lain yang bekerja sama dengan BPJS, menjadi sangat selektif menerima pasien. Aturan pelayanan rumah sakit berdasarkan ketentuan BPJS, membuat pelayanan di rumah sakit dan faskes lebih mengarah pada transaksional.
Rakyat akan mau dilayani ketika sudah membayar BPJS, atau rakyat baru bisa dilayani oleh rumah sakit ketika sudah mengaktifkan BPJS. Situasi ini membuat rumah sakit tidak berani mengambil resiko (rugi) ketika melayani terlebih dahulu pasien tanpa tanggungan BPJS.
Watak Rumah sakit dan puskesmas serta dinas-dinas, hanya melayani orang kaya dan pejabat, sedangkan rakyat miskin di dibutuhkan suaranya untuk mencoblos pada pemilu.
Situasi kesehatan di kabupaten Bima dan provinsi NTB pada umumnya semakin memburuk dengan adanya BPJS. Pemerintah kabupaten Bima semakin tidak serius membangun sektor kesehatan, dan justru semakin mempersulit pembuatan dan pengaktifan kembali BPJS, bahkan pemerintah NTB maupun kabupaten Bima menunggak iuran BPJS PBI, sehingga rakyat tidak bisa mengakses layanan kesehatan dengan mudah.
Diskriminasi layanan kesehatan di BPJS dengan adanya klas pembayaran, menyebabkan diskriminatif pelayanan pasien miskin yang tercover BPJS PBI. Aturan rumah sakit yang dibuat oleh BPJS lebih memprioritaskan pasien umum dan pasien BPJS klas 1, sedangkan BPJS klas 2, klas 3 ditaruh bagian belakang. Sementara pasien BPJS PBI yang iuran nya dibayarkan melalui APBN dan APBD, pelayanannya ditaruh posisi paling belakang yang menyebabkan pasien PBI bisa antri berhari-hari dan berminggu untuk mendapat perawatan.
Dari berbagai kasus penolakan pasien miskin oleh berbagai jenjang faskes, akhirnya kita dapat menyimpulkan, bahwa hanya orang-orang kaya dan anak pejabat yang bisa langsung mendapat layanan kesehatan.
Kondisi di atas menggambarkan, jika hadirnya BPJS menunjukan, bahwa fungsi pemerintah dalam menjamin kesehatan dengan BPJS, negara dengan sigap melayani orang-orang kaya dan pejabat. Rakyat miskin disingkirkan jauh-jauh, dan bahkan ketika jatuh sakit, rakyat miskin diusir keluar ketika berkunjung ke faskes.
Pasca pemilihan umum yang digelar pada Februari lalu, kemudian dilanjutkan oleh pilkada serentak 2024, Tidak ada satupun partai-partai politik dan calon-calon yang memiliki visi membangun sektor kesehatan yang lebih adil dan Bermartabat. Partai yang diharapkan memperjuangkan hak rakyat, justru lebih sibuk menyusun siasat dan taktik untuk berkuasa. Partai dan elit politik yang lahir dari pemilu nyatanya hanya melanggengkan tradisi korupsi dalam tata kelola pemerintahan, sehingga hak-hak rakyat semakin tersingkir.
Atas ketidak sanggupan partai-partai elit dan elit politik yang berkuasa untuk menjamin kesehatan rakyat, kami dari Comite Sentral Forum Perjuangan mahasiswa dan Rakyat menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk bersatu dan menuntut:
1. Wujudkan jaminan kesehatan gratis tanpa syarat dan hapus UU BPJS
2. Berikan bantuan biaya hidup bagi seluruh rakyat dalam masa pengobatan sampai dinyatakan sembuh total
3. Adili kepala dinas kesehatan kabupaten Bima dan kepala dikes provinsi NTB
4. Seret, adili dan sita aset-aset koruptor
5. Tolak Rencana pemerintah menaikan tarif iuran BPJS kris
6. Berikan bantuan, santunan dan perlindungan hukum secara cuma-cuma bagi korban ketidak_adilan layanan kesehatan
7. Berikan bantuan dan santunan bagi keluarga almarhum yang ditelantarkan oleh PKM Kec. Woha
8. Adili kepala PKM Woha, Dikes kabupaten Bima dan Dikes provinsi NTB atas meninggalkannya almarhum
9. Wujudkan keadilan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia
10. Tingkatkan kualitas layanan, faskes, nakes dan obat-obatan secara merata dan terkhusus di daerah terpencil dan tertinggal.
Dilansir dari Departemen Media dan Penyiaran Publik Forum Perjuangan Mahasiswa dan Rakyat. Suzi
0 Comments