Foto: Penulis |
Penulis : M. Yazid Khofi
Editor : Ivan
Pada dasarnya politik didefinisikan sebagai segala upaya untuk mewujudkan kebaikan bersama. Dari definisi di atas,politik sesungguhnya bukan hal yang buruk maupun kotor tapi sebaliknya baik dan mulia. Kita ketahui bersama, aktivitas politik dilakukan oleh manusia yang disebut dengan politisi. Manusia sendiri pada dasarnya ada yang baik serta buruk. Disaat politik berjalan, nilainya sangat tergantung pada siapa manusia yang mempeloporinya.
Saat ini kebanyakan yang melakukan aktivitas politik, adalah manusia yang berprilaku buruk, berkepribadian lemah sehingga menjadikan politik sebagai alat pemenuhan hawa nafsu untuk meraih kekuasaan pribadi, popularitas dan kekayaan. Akibat ulah manusia yang berkepribadian lemah atau di sebut para politisi hitamlah, sehingga banyak yang menyatakan bahwa politik itu kotor. Para politisi hitam ini yang harus kita waspadai. Politisi hitam menghalalkan segala cara untuk mencapai kekuasaan.
Berbagai cara politisi hitam ini untuk bisa naik ke tampuk kekuasaan dan juga mereka berani melakukan politik perut (Uang). Pada setiap momentum Pilkada kita selalu dihadapkan dengan politik uang. Politik uang menjadi jalan pintas bagi calon pemimpin agar meraih kekuasaan. Politik uang terus berlangsung dikarenakan baik para politisi maupun masyarakat menganggap politik uang menjadi hal yang lumrah.
Realita yang terjadi menunjukkan politisi dan masyarakat sama-sama menghendaki terjadinya politik uang, hal ini terjadi karena masih kurangnya pendidikan politik sehingga menyebabkan rendahnya kesadaran politik masyarakat. Masyarakat begitu acuh, tidak mau mengetahui maupun mencari tau, dan mereka menutup diri terhadap bahayanya politik uang. Jika pada momentum pemilu kemarin kita masih menerima uang dari para kandidat caleg dan capres, maka pada momentum pilkada ini mari kita berkomitmen tidak lagi menerima uang dari para calon kepala daerah yang melakukan politik uang. Jangan lagi kita tersandera oleh kebahagian sesaat, diwaktu menerima uang dari para politisi hitam, tapi mari kita pikirkan dampak jangka panjangnya.
Selain politik uang pada momentum-momentum pemilu serta pilkada banyak sekali kampanye hitam dengan tujuan menjatuhkan lawan politik menggunakan berita bohong (Hoaks) dan melakukan pencitraan. Sebagai contoh Baru-baru ini tersebar berita bohong yang menyasar Ridwan Kamil, hoaks tersebut bernarasi bahwa Ridwan Kamil janjikan bantuan Sepuluh Juta Ribu rupiah Rp10.000.000 . Selain itu beberapa waktu yang lalu beredar di sosial media foto Anies Baswedan membaca buku berjudul “Cara Licik Menang Pilpres 2024”, di lihat dari Cek Fakta Liputan6.com foto yang beredar tersebut adalah hoaks. Selain itu banyak lagi berita-berita hoaks yang menyudutkan lawan politik yang beredar di sosial media seperti Jokowi dituding sebagai Partai Komunis Indonesia (PKI),Jokowi legalkan pernikahan sejenis surat suara sudah tercoblos, Jokowi tawarkan Bogor ke China, PBNU dukung Prabowo, dan Prabowo termasuk komplotan ISIS, Erdogan mendukung Prabowo.
Perkembangan teknologi yang begitu luar biasa membawa kita ke zaman sosial media. Di saat ini hampir semua orang bermain sosial media. Melalui Sosial media inilah orang-orang yang tidak bertanggung jawab,banyak menyebar berita bohong (hoaks) dengan tujuan untuk menyudutkan lawan politiknya dan melakukan pencitraan (kampanye hitam). Di lansir dari Kompas.com Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah men-take down 1.971 berita hoaks atau berita bohong terkait pemilihan umum (Pemilu) yang lalu. Di kutip dari rumah pemilu.org menurut anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Herwyn JH Malonda memprediksi jumlah hoaks di Pilkada Serentak 2024 akan lebih banyak dibandingkan Pemilu 2024. Jika hoaks di Pemilu lebih banyak menyorot pemilu eksekutif berbasis figur, yaitu Pemilu Presiden (Pilpres), maka akan banyak hoaks yang menyasar figur-figur kandidat di berbagai daerah.
Sebagai pengguna sosial media kita harus benar-benar menyaring informasi yang ada. Kita jangan sampai terdoktrin oleh berita bohong yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Kita jangan sampai memilih pemimpin yang salah karena kelalaian kita di dalam menyaring informasi di sosial media.
Sebentar lagi kita dihadapkan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Pilkada menghendaki kita sebagai masyarakat memiliki kendali penuh di dalam memilih pemimpin daerah. Tentunya kita sebagai masyarakat sangat mendambakan daerah kita dipimpin oleh seorang politisi yang memiliki kecerdasan dan kepribadian yang kuat yang dapat membawa kemajuan untuk daerah. Untuk mewujudkan agar daerah kita dipimpin oleh pemimpin yang ideal, sebagai pemilih kita harus benar-benar bijak di dalam menyaring informasi yang ada. Jangan sampai kita melabuhkan pilihan kepada seorang calon pemimpin karena termakan oleh kampanye hitam yang di sebarkan oleh calon tersebut.
Kita harus menghilangkan budaya-budaya yang buruk di dalam proses memilih pemimpin daerah. Contoh budaya-budaya buruk di dalam memilih calon pemimpin seperti memilih seorang pemimpin hanya karena dia sebagai anak atau keluarga dari tokoh politik yang sudah memiliki nama besar di daerah, dan hanya karena dia seorang anak atau keluarga dari tokoh agama, maupun dia satu organisasi atau komunitas dengan kita. Saya ingatkan terhadap masyarakat sebelum menentukan pilihan baiknya kita mencari tau atau mencari referensi sebanyak-banyaknya mengenai latar belakang, rekam jejak atau membaca, memahami dan menganalisa visi misi yang di tawarkan para kandidat calon pemimpin yang ada.
1 Comments
Mantap
ReplyDelete