Iklan

Mahasiswa UMMat Kritik Kebijakan Kurikulum OBE Tanpa Nilai D, begini tanggapan WR1

Ilustrasi By LPM DIMENSI UMMat 

Mataram, Dimensiummat.com -Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mataram, khususnya dari Fakultas Teknik, mengkritik kebijakan kurikulum terbaru yang menggunakan model Outcome Based Education (OBE). Kebijakan ini menetapkan bahwa mahasiswa tidak boleh memiliki nilai D dalam transkrip nilai mereka untuk bisa wisuda, menuai ketidakpuasan dan penolakan dari para mahasiswa yang merasa aturan tersebut merugikan. Selasa, 08 Oktober 2024

Harry Irawan Johary, Wakil Rektor 1 Universitas Muhammadiyah Mataram, menjelaskan bahwa kebijakan ini diterapkan agar mahasiswa tidak memperoleh nilai D, yang dianggap setara dengan nilai E di masa lalu. "Mahasiswa tidak boleh dapat nilai D, karena nilai D yang sekarang tidak sama dengan nilai D yang dulu. Dan nilai E yang dulu itu sama dengan nilai D yang sekarang," jelas Harry Irawan Johary.

Harry menambahkan bahwa kebijakan ini diambil agar mahasiswa segera memperbaiki nilai mereka sebelum terdapat nilai D yang bisa menghambat kelulusan. "Kita mengambil kebijakan ini supaya teman-teman itu tidak dikasih nilai D dan gak boleh ada nilai D untuk angkatan yang terbaru ini. Karena kita ngikutin aturan dari pemerintah," ujarnya.

Banyak mahasiswa Teknik menyampaikan keluhan terkait aturan ini, mengingat bahwa dulu, mendapatkan nilai D saja sudah merupakan tantangan tersendiri apa lagi untuk mendapatkan Nilai C. Kebijakan ini memicu kekhawatiran bahwa mahasiswa yang sudah memiliki nilai D akan kesulitan dalam menyelesaikan studi mereka.

"Kita kasih peluang yang tadinya teman-teman misalnya, dia bolehnya ngambil contoh 19 SKS, dan sekarang boleh ngambil sampai 24 SKS untuk bisa memenuhi nilai D itu," kata Harry.

Lebih lanjut, Harry menjelaskan bahwa bagi mahasiswa angkatan 2018, 2019 dan 2020 yang ingin segera wisuda, kita akan memfasilitasi mereka dengan mengizinkan pengambilan SKS tambahan agar nilai D bisa diganti.

Namun, para mahasiswa juga mengeluhkan bahwa kebijakan baru ini membebani mereka secara finansial, mengingat pembayaran kuliah sekarang dihitung per SKS. "keluarnya aturan baru ini mengekang mahasiswa, padahal kita bukan masalah kuliahnya, melainkan masalah finansial nya karena harus membayar lagi biaya kuliah untuk menyelesaikan nilai D yang kemarin karena aturan baru ini," ungkap salah satu mahasiswa.

Menanggapi keluhan tersebut, Harry Irawan Johary mengatakan bahwa universitas akan mempertimbangkan kebijakan yang lebih fleksibel terkait pembayaran per SKS agar mahasiswa tidak terlalu terbebani secara finansial. "Nanti kita atur kebijakannya supaya mahasiswa tidak dirugikan," kata Harry.

Harry juga menegaskan bahwa perubahan aturan ini bertujuan untuk membantu mahasiswa mencapai standar IPK yang lebih baik, sehingga mereka lebih siap menghadapi persyaratan di dunia kerja, seperti tes CPNS yang mensyaratkan IPK minimal 3,0.

Ia juga menambahkan bahwa bagi mahasiswa yang ingin mendapatkan predikat cumlaude kini tidak bisa dicapai jika ada nilai B minus. "Yang terakhir kalau ada yang protes B minus tidak bisa cum laude, saya sampaikan B minus itu sama dengan nilai C yang sekarang. Kalau ingin cum laude sedangkan ada B minusnya, silakan ulangi aja," pungkas Harry Irawan.Wagon

Post a Comment

0 Comments