Iklan

Siapa Butuh Kreativitas? Mahasiswa Kan Hanya Mesin!?

Foto Gedung PKM Universitas Muhammadiyah Mataram

Penulis : Muhamad Ridwan
Editor : Ivan

Untuk memulai tulisan ini mari kita mengapresiasi inovasi luar biasa yang dilakukan oleh pihak kampus dalam membatasi aktivitas Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) hanya pada jam kantor. Ide ini begitu brilian sehingga saya heran mengapa belum ada yang memikirkannya sejak dulu.

Mengapa repot-repot memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengatur waktu mereka sendiri? Bukankah lebih baik jika mereka semua dipaksa untuk beraktivitas hanya antara pukul 07.00 hingga 17.00? Toh, kreativitas dan pengembangan diri bisa dibatasi oleh jam kerja formal, bukan?

Membentuk Mahasiswa Bermental Pegawai

Saya kira tujuan kebijakan ini jelas sih, melatih mahasiswa sejak dini untuk terbiasa dengan kehidupan nyata di dunia kerja. Bayangkan saja, di dunia kerja nanti, siapa yang bisa berharap untuk punya kebebasan waktu? Siapa yang bisa dengan santai melakukan kegiatan mereka di luar jam kerja yang ditentukan? Apakah ada ruang bagi fleksibilitas? Tentu tidak!

Dengan demikian, ini merupakan persiapan yang sempurna. Kampus sudah selangkah lebih maju dalam menciptakan lulusan yang siap masuk ke dunia kerja dengan mentalitas pekerja kantoran yang patuh, teratur, dan sama sekali tidak terpengaruh oleh hal-hal seperti kreativitas, ide-ide liar, atau semangat berorganisasi di malam hari.

Tentu saja, kita semua tahu bahwa inspirasi dan kreativitas hanya datang di jam kantor. Tidak mungkin ide-ide brilian muncul setelah pukul 17.00. Bahkan ya, saya yakin para aktivis mahasiswa, penggiat seni, atlet kampus, dan berbagai komunitas lainnya akan merasa sangat terbantu dengan pembatasan waktu ini.

Kini, mereka tidak perlu lagi bingung mencari waktu di luar jam kuliah atau jam belajar untuk berlatih, rapat, atau berkumpul. Semua bisa mereka lakukan di waktu yang telah diatur dengan rapi oleh kampus!

Baca juga : Kabar Buruk Mahasiswa UMMat; Catur Nya Tergelincir !!

Mahasiswa: Mesin yang Dapat ‘Diprogram’

Dari sini, Kita juga perlu mengapresiasi kampus karena telah menyadari bahwa mahasiswa sebenarnya hanyalah mesin yang dapat diprogram. Mereka seharusnya tidak perlu diberikan kebebasan untuk berpikir atau mengelola waktu mereka sendiri. Kebijakan ini adalah langkah cerdas dalam memperlakukan mahasiswa sebagai individu yang belum matang, yang tentu saja tidak mampu membuat keputusan sendiri tentang kapan mereka bisa menjalankan kegiatan mereka. Maka dari itu, solusinya jelas, seragamkan saja aktivitas mereka dengan jam kerja para pegawai kampus.

Dengan begitu, mahasiswa akan lebih terkontrol dan kegiatan yang mereka lakukan bisa lebih terukur. Bayangkan jika mahasiswa dibiarkan bebas beraktivitas hingga malam hari! Siapa yang bisa menjamin bahwa mereka akan tetap fokus pada hal-hal positif? Apalagi, kegiatan seperti diskusi, latihan seni, atau bahkan organisasi mahasiswa sering kali justru lebih produktif dilakukan di malam hari.

Namun, jelas ini adalah ancaman bagi ketertiban kampus. Mengapa membiarkan mahasiswa memiliki kontrol atas kegiatan mereka sendiri ketika kampus bisa mengatur semuanya?

Efisiensi dalam Pembatasan Ruang dan Waktu

Menurut saya, kampus juga harus diberi penghargaan atas langkah efisiensi ini. Dengan hanya membatasi UKM pada jam kantor, tentu saja penggunaan fasilitas kampus bisa lebih teratur. Kini, ruangan-ruangan yang dulunya dipakai oleh berbagai kegiatan mahasiswa di malam hari bisa dikosongkan dan disimpan dengan aman.

Tak perlu ada kekhawatiran soal pemakaian listrik atau risiko keamanan di malam hari. Lagi pula, mengapa kampus harus repot-repot memberikan fasilitas bagi mahasiswa untuk berkegiatan di malam hari? Lebih baik energi tersebut digunakan untuk hal-hal yang lebih produktif, seperti menjaga kantor tetap dingin di siang hari dan menjaga keamanan pintu kampus di malam hari.

Dan juga, mari kita bicara soal efisiensi sumber daya manusia. Satpam dan staf kampus pasti senang karena tidak perlu lagi berjaga hingga larut malam. Kini, mereka bisa pulang lebih awal tanpa harus repot-repot mengawasi mahasiswa yang berlatih teater, berolahraga, atau berdiskusi hingga malam, dan dengan senang hati bangun kesiangan untuk membuka Pintu UKM yang dia Tutup sebelumnya. Semuanya akan berjalan sesuai jadwal dan rencana, sangat efisien bukan?
 
Menghancurkan Kolaborasi dan Sosialisasi? Ah, Tidak itu tidak Perlu

Tentu saja ni ya, ada pihak yang mengeluh bahwa kebijakan ini akan menghancurkan kolaborasi dan sosialisasi antar mahasiswa. Bagaimana tidak, sebagian besar mahasiswa punya jadwal kuliah yang padat hingga sore hari, sehingga waktu untuk berorganisasi atau berlatih di UKM menjadi sangat terbatas. Tapi, apakah itu masalah besar? Saya kira tidak juga.

Toh, bukankah berorganisasi atau mengikuti UKM hanyalah "aktivitas tambahan" yang tidak begitu penting? Akademik adalah yang utama, dan UKM hanyalah pelengkap. Jadi, jika ada mahasiswa yang kesulitan membagi waktu karena UKM dibatasi hanya pada jam kantor, mungkin mereka perlu belajar untuk lebih fokus pada akademik mereka. Aktivitas di UKM, seperti bermain musik, olahraga, atau seni teater, tentu saja tidak sepenting mendapatkan nilai A di setiap mata kuliah, bukan kah begitu?

Lagi pula ni ya, siapa sih yang butuh kolaborasi di luar jam kantor? Kolaborasi dan sosialisasi adalah konsep yang sudah usang, kuno. Di dunia modern ini, semuanya bisa dilakukan secara terstruktur dan terjadwal. Tak perlu ada diskusi mendalam atau brainstorming ide di luar jam kuliah. Mahasiswa harus fokus pada hal-hal yang lebih penting; mengikuti aturan dan jam kerja kampus.


Ruang Kreativitas yang Terkontrol? Mengapa Tidak?

Beberapa pihak mungkin berargumen bahwa kreativitas mahasiswa akan terbatas dengan kebijakan ini. Mereka mungkin mengatakan bahwa ide-ide besar sering muncul di luar jam formal, saat pikiran sudah lebih rileks. Namun, mari kita lihat ini dari sudut pandang yang lebih logis. Apakah kreativitas yang terlalu bebas itu sesuatu yang kita inginkan? Bukankah lebih baik jika kreativitas mahasiswa diarahkan dan dikontrol dengan baik?

Dengan jam operasional yang terbatas, mahasiswa akan dipaksa untuk lebih disiplin dalam mengelola waktu mereka. Mereka harus mampu menciptakan ide-ide brilian di antara jam 07.00 hingga 17.00, di sela-sela waktu kuliah dan istirahat. Ini adalah bentuk latihan yang bagus untuk mempersiapkan mereka menghadapi dunia kerja, di mana kreativitas juga sering kali dibatasi oleh tenggat waktu dan jam kerja.

Jika mereka tidak mampu mengembangkan kreativitas dalam batasan waktu tersebut, maka mungkin mereka perlu mempertanyakan kembali kemampuan mereka. Dunia nyata tidak memberi banyak waktu luang untuk berkreasi, jadi mengapa kampus harus?

Solusi Ideal untuk Semua Masalah

Akhirnya, kebijakan ini adalah solusi ideal untuk semua masalah yang ada di kampus. Dengan membatasi jam operasional UKM, kampus tidak hanya membantu mahasiswa menjadi lebih teratur dan disiplin, tetapi juga menjaga keamanan kampus, menghemat sumber daya, dan memastikan bahwa mahasiswa tidak terlalu "terganggu" oleh kegiatan non-akademik. Ini adalah kemenangan besar bagi birokrasi kampus.

Menurut saya, kebijakan ini mengajarkan mahasiswa satu hal penting, hidup adalah soal mengikuti aturan. Bukan soal mengejar passion atau mimpi. Semua harus terstruktur, terencana, dan berada dalam kendali otoritas yang lebih tinggi. Jadi, untuk apa memberikan kebebasan waktu kepada mahasiswa? Bukankah lebih baik jika mereka dilatih sejak dini untuk menjadi pekerja yang patuh pada sistem?

Terakhir, mari kita sama-sama bertepuk tangan atas langkah kampus yang visioner ini. Semoga di masa depan, kebijakan serupa bisa diterapkan di lebih banyak aspek kehidupan kampus. Mungkin, setelah ini, kita bisa berharap kampus akan membatasi kegiatan akademik juga hanya pada jam-jam tertentu. Lagi pula, mengapa repot-repot memberikan kebebasan berpikir dan berekspresi jika semua bisa diatur dengan baik oleh jam kantor? Viva kampus tanpa UKM!

Post a Comment

0 Comments