Sumber gambar : DIMENSI |
Oleh : Julkarnain
Pembiaran premanisme dalam kampus bukan hal-hal yang baru ini terjadi. Terjadi pemukulan intimidasi bahkan pembunuhan mahasiswa sering kali terjadi di ruang lingkup akademik. Banyak kasus yang menyebutkan terjadi pada waktu lalu di kampus swasta, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Mataram semisal, pembunuhan atau penusukan satu orang mahasiswa yang tengah melakukan demonstrasi oleh preman hal itu lantaran puluhan mahasiswa yang melakukan demonstrasi atau di kenal peristiwa berdarah IKIP Mataram pada waktu lalu.
Kasus tersebut telah mencoreng dunia pendidikan, kampus yang menjadi laboratorium akademik tempat tumbuhnya nalar kecerdasan insan malah menitikberatkan pada persoalan-persoalan yang jauh panggang dari api. Dunia pendidikan tidak lagi menjadi tempat kesadaran alam berfikir menjadi lebih baik.
Terbaru, pada tanggal 12 tahun 2021 kemarin terjadi di kampus swasta Universitas Muhammadiyah Mataram. Awal kejadian mahasiswa yang ingin melaksanakan Ujian Akhir Semester melompat pagar depan Fakultas Hukum, kerena waktu UAS yang sudah di mulai menurutnya, buru-buru rasanya kalau lewat gerbang utama waktu UAS akan terlewati. Membuatnya melompat pagar hal demikian dilihat oleh oknum pegawai fakultas hukum akhirnya di tegur, mahasiswa tersebut sempat terjadi adu mulut dan beralasan terlambat UAS jika lewat gerbang utama, di situ terjadi adu mulut antara mahasiswa dan pihak pegawai fakultas hukum.
Diketahui pegawai fakultas hukum tersebut orang yang tinggal tepat sebelah kampus UMMAT. Hingga muncul arogansi dari pihak pegawai fakultas hukum memanggil orang-orang kampung sekitar 20 orang (premanisme) untuk melakukan penyerbutan dengan membawa benda-benda tajam. Hal demikian dibenarkan oleh sejumlah mahasiswa yang ada pada lokasi kejadian. Menurutnya, mahasiswa yang tidak mau di sebutkan namanya kejadian tersebut sekitar pukul 09:0-11:30 orang-orang kampung sebelah datang membawa benda tajam mencari mahasiswa yang bersangkutan.
Tidak hanya itu sempat mereka mengobrak-abrik fasilitas UKM yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan anak-anak UKM. Sewalaupun kejadian tidak sempat memakan korban namun tindakan seperti itu menjadi pelanggaran berat dalam dunia akademisi.
Dari situ saya mulai meraba-raba karakter pendidikan di perguruan tinggi. Semakin lama saya memahami dinamika dunia kampus, semakin saya memahami bahwa kampus memang tempat untuk menguji pikiran. Untuk itu, tidak ada baper dan ketersinggungan dalam menghadapi perbedaan. Semua diselesaikan dengan pikiran dan kedewasaan.
Lewat hal itu saya berfikir kampus adalah tempat pembiaran premanisme untuk mematikan daya kritis mahasiswa, layaknya seorang pemburu yang tengah melepaskan anjing pelacaknya yang siapa saja akan di terkam bila ada yang mendekati.
Perlu menjadi catatan sejarah dan adanya tindakan tegas dari pihak universitas terkait persoalan premanisme ini: pertama, dari kasus ini melibatkan orang-orang perkampungan dalam menyelesaikan masalah, apalagi sampai adanya intimidasi dan pengancaman untuk membunuh mahasiswa sangat tidak di benarkan dalam aturan yang ada. Supaya persepsi publik tidak liar segera atasi hal tersebut yang dapat membahayakan mahasiswa kedepannya.
Kedua, perlu saya tegas lagi kasus ini bukan hal pertama terjadi. Sering di di alami dan di ceritakan oleh mahasiswa. Kecenderungan untuk mematikan daya kritis mahasiswa kampus UMMAT dalang dari semua itu. Bila kampus tidak menghentikan tindakan premanisme ini dalam menyikapi hal demikian maka akan berakibat matinya nalar kebebasan berakademik.
Ketiga, bila kasus ini dibiarkan bahkan terus berlanjut tentu akan membawa efek negatif bagi kehidupan dan dinamika kampus sebagai tempat meruhanikan ilmu. Alih-alih ingin menjadikan kampus sebagai tempat untuk menghasilkan pikiran-pikiran yang konstruktif bagi bangsa dan negara, bahkan kampus hanya dijadikan tempat untuk mencari ijazah.
Bila ini di biarkan, maka tidak menutup kemungkinan kampus UMMAT hal yang sama akan terjadi lagi sejarah IKIP berdarah pada tahun lalu. Sangat miris dan mencoreng dunia pendidikan.
0 Comments