Logo Forum Lintas UKM (FLU) yang ada di Universitas Muhammadiyah Mataram |
Penulis : Muhamad Ridwan
Editor : Intan Tamara Madhini
Seperti yang kita ketahui, mahasiswa adalah aset
berharga dalam sistem pendidikan tinggi. Mereka bukan hanya sekadar peserta
pendidikan, melainkan juga agen perubahan yang dapat berkontribusi pada
pengembangan diri, lingkungan kampus, dan masyarakat luas. Salah satu wadah
penting untuk pengembangan potensi mahasiswa adalah Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM), yang memainkan peran kunci dalam membentuk karakter, keterampilan, serta
jaringan sosial mahasiswa.
Namun, belakangan ini muncul kebijakan dari pihak
kampus yang membatasi ruang dan akses terhadap gedung UKM. Kebijakan ini
mengundang pertanyaan serius: Apakah kampus masih memahami pentingnya
organisasi mahasiswa dalam membangun generasi muda yang tangguh dan berdaya
saing?
1. Pentingnya Gedung UKM sebagai Fasilitas
Pengembangan Mahasiswa
UKM merupakan wadah kegiatan ekstrakurikuler yang
bertujuan memberikan mahasiswa kesempatan untuk mengembangkan minat, bakat, dan
kemampuan di luar bidang akademis. Dalam proses perkuliahan, tidak semua
potensi mahasiswa dapat dikembangkan hanya melalui pembelajaran di kelas. Oleh
karena itu, organisasi mahasiswa dan UKM memiliki peran vital dalam menciptakan
ruang bagi mahasiswa untuk mengasah keterampilan non-akademik, seperti
kepemimpinan, kerja sama tim, komunikasi, hingga pengelolaan proyek.
Gedung UKM adalah tempat di mana mahasiswa dari
berbagai latar belakang dapat berkumpul, berkolaborasi, dan belajar dari satu
sama lain. Dengan berbagai jenis UKM yang ada, mulai dari UKM seni, olahraga,
hingga kegiatan sosial dan ilmiah, gedung UKM menjadi sentra dari
kegiatan-kegiatan yang mengasah kreativitas, kepedulian sosial, dan juga
semangat kompetitif mahasiswa. Pembatasan terhadap gedung ini tidak hanya
mengurangi ruang gerak mahasiswa, tetapi juga mereduksi potensi mereka untuk
mengembangkan diri secara maksimal.
2. Dampak Pembatasan Gedung UKM terhadap Mahasiswa
Menurut saya kebijakan ini memiliki dampak signifikan
bagi mahasiswa, baik secara langsung maupun tidak langsung, tapi nggak tahu
bagaimana pandangan birokrasi.
Pertama adalah Berkurangnya Ruang Berkumpul dan
Berorganisasi
Dengan terbatasnya akses ke gedung UKM, mahasiswa
kehilangan ruang untuk berkumpul dan berorganisasi. Ini berdampak pada
kemampuan mereka untuk mengoordinasikan kegiatan-kegiatan yang seharusnya
melibatkan banyak pihak, seperti acara seminar, pelatihan, hingga kompetisi
antar universitas.
Pembatasan ruang ini juga dapat mengakibatkan
kurangnya minat mahasiswa baru untuk bergabung dalam UKM, karena mereka tidak
melihat ada ruang yang memadai untuk mengembangkan minat dan bakat mereka.
Kedua, Menghambat Pengembangan Soft Skill
UKM bukan hanya soal kegiatan di luar kelas, tetapi
juga tempat untuk belajar keterampilan hidup yang penting. Mahasiswa yang aktif
dalam UKM sering kali mengembangkan soft skill yang sangat berharga, seperti
kemampuan memimpin, berkomunikasi, bekerja dalam tim, manajemen waktu, dan
problem solving. Semua keterampilan ini sangat dibutuhkan di dunia kerja.
Dengan dibatasinya ruang UKM, mahasiswa kehilangan
kesempatan untuk mengasah soft skill ini, mengingat di pagi hari harus fokus
dengan akademik sedangkan waktu yang luang itu di mulai di sore hari, padahal
UKM ini juga kan yang seharusnya dapat melengkapi pendidikan akademis.
Ketiga, Meredupnya Semangat Kolektif Mahasiswa
Gedung UKM adalah simbol kebersamaan, di mana
mahasiswa dari berbagai jurusan dan fakultas dapat saling bertukar ide dan
bekerja sama. Pembatasan terhadap ruang UKM berpotensi meredupkan semangat
kolektif ini. Mahasiswa yang tidak terlibat dalam kegiatan di luar kelas dapat
merasa terisolasi, dan solidaritas antar-mahasiswa pun berkurang. Hal ini pada
akhirnya berdampak pada kualitas kehidupan kampus secara keseluruhan.
Baca juga : Gedung UKM? Ah, Siapa Peduli! Toh, Kuliah Cuma Untuk 'Mereka'!
3. Mengabaikan Pendidikan Holistik
Pembatasan terhadap gedung UKM menandakan adanya
kekeliruan dalam memandang pendidikan sebagai sesuatu yang eksklusif akademis.
Padahal, pendidikan holistik adalah pendidikan yang mengembangkan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang.
Kampus seharusnya menyadari bahwa mahasiswa bukanlah
robot yang hanya belajar dari buku atau ceramah dosen, tetapi manusia yang
membutuhkan ruang untuk mengembangkan berbagai aspek kehidupannya.
Di banyak universitas terkemuka, kegiatan
ekstrakurikuler bahkan dianggap sebagai bagian penting dari pendidikan
mahasiswa. Universitas-universitas ini memberikan fasilitas yang memadai bagi
mahasiswa untuk terlibat dalam kegiatan sosial, seni, olahraga, dan budaya.
Sebab, mereka menyadari bahwa pengalaman yang diperoleh mahasiswa dari
organisasi seperti UKM bisa sangat berharga bagi karier dan kehidupan mereka di
masa depan.
4. Keseimbangan antara Fasilitas Akademik dan
Non-Akademik
Pihak kampus mungkin memiliki alasan yang sah dalam
membatasi gedung UKM, seperti prioritas pada pembangunan fasilitas akademik.
Dalam beberapa kasus, kampus dapat menghadapi keterbatasan ruang yang
memerlukan alokasi yang lebih selektif, dengan fokus utama pada kegiatan
akademik.
Dalam perspektif ini, pihak kampus dianggap berusaha
menjaga keseimbangan antara kebutuhan pendidikan formal dan kegiatan mahasiswa
di luar kelas. Namun, jika pembatasan ini terlalu ketat, akan ada dampak
negatif pada kualitas kegiatan mahasiswa yang justru merupakan aspek penting
dalam pengembangan soft skills, kepemimpinan, dan karakter mahasiswa.
5. Potensi Penurunan Aktivitas Mahasiswa
Kegiatan UKM merupakan bagian penting dalam kehidupan
kampus karena berfungsi sebagai sarana untuk pengembangan minat, bakat, dan
kapasitas kepemimpinan mahasiswa. Dengan adanya pembatasan terhadap gedung UKM,
potensi penurunan aktivitas mahasiswa dapat terjadi.
Mahasiswa mungkin merasa kehilangan ruang untuk
menyalurkan kreativitas dan aspirasi, yang pada akhirnya dapat memengaruhi
dinamika sosial di lingkungan kampus. Selain itu, UKM adalah platform penting
dalam menciptakan jejaring dan kolaborasi antarmahasiswa, serta meningkatkan
rasa kebersamaan.
6. Kebutuhan akan Dialog dan Solusi Alternatif
Pembatasan akses gedung UKM seharusnya tidak hanya
didasarkan pada keputusan sepihak dari pihak kampus, tetapi harus melalui
dialog yang melibatkan perwakilan mahasiswa. Keterbukaan dalam mencari solusi
alternatif, seperti menyediakan ruang-ruang alternatif yang bisa digunakan
mahasiswa, akan mengurangi ketegangan yang mungkin muncul.
Kolaborasi antara pihak kampus dan mahasiswa sangat
diperlukan untuk menciptakan keseimbangan yang adil antara kebutuhan
infrastruktur kampus dan pentingnya kegiatan UKM.
7. Dampak pada Citra Kampus
Kampus yang mendukung kegiatan mahasiswa secara
positif cenderung memiliki citra yang lebih inklusif dan mendukung pengembangan
generasi muda yang aktif, kritis, dan berprestasi. Sebaliknya, kampus yang
dianggap membatasi ruang gerak mahasiswa bisa dipersepsikan sebagai otoriter,
yang pada akhirnya dapat merugikan reputasi kampus di mata calon mahasiswa dan
masyarakat umum. Mempertahankan dan bahkan memperluas ruang bagi UKM dapat
menjadi salah satu cara kampus menjaga citra progresif dan dinamis.
Baca juga : Siapa Butuh Kreativitas? Mahasiswa Kan Hanya Mesin!?
8. Menegaskan Kembali Pentingnya UKM dalam Pendidikan
Tinggi
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) merupakan elemen vital
dalam pendidikan tinggi, yang berfungsi melengkapi pendidikan akademis
mahasiswa. Keberadaan UKM tidak hanya mendukung pembelajaran di luar kelas,
tetapi juga memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri
secara holistik, termasuk dalam pengembangan kepemimpinan, kreativitas, dan
soft skills yang diperlukan di dunia nyata.
Dengan membatasi akses terhadap gedung UKM, pihak
kampus pada dasarnya mengurangi peluang bagi mahasiswa untuk berkembang secara
menyeluruh. Kebijakan ini perlu ditinjau ulang, dengan mempertimbangkan dampak
jangka panjang terhadap mahasiswa dan kualitas pendidikan di universitas.
Kampus bukan hanya tempat belajar teori di dalam kelas, tetapi juga lingkungan
yang mendukung pengembangan pribadi secara utuh.
Penyediaan ruang yang memadai bagi UKM merupakan
langkah penting untuk memastikan mahasiswa tidak hanya menjadi ahli di bidang
akademis, tetapi juga pemimpin yang tangguh, inovator kreatif, serta warga
negara yang berkontribusi bagi masyarakat.
Selain itu, pembatasan terhadap gedung UKM harus
dipertimbangkan secara matang, karena UKM memainkan peran krusial dalam
membentuk ekosistem pendidikan yang komprehensif. Meski kebutuhan akademis
harus diutamakan, pihak kampus juga perlu mengakui pentingnya kegiatan
kemahasiswaan sebagai bagian integral dari pembentukan kepribadian dan
keterampilan non-akademis. Dialog terbuka antara pihak kampus dan mahasiswa,
serta inovasi dalam penyediaan fasilitas, bisa menjadi solusi yang lebih
bijaksana dibandingkan kebijakan pembatasan sepihak.
Mari kita bersama-sama menjaga keberadaan ruang untuk UKM demi masa depan mahasiswa dan generasi mendatang.
3 Comments
Emang di batasi ya?
ReplyDeleteDia ini saya lihat sengaja buat onar di kampus
ReplyDeleteLah lah lah siapa yang mau buat onar itu?
Delete